Pembebasan Bersyarat Hak Setiap Warga Binaan Pemasyarakatan

  • Yeyep Gunawan Balai Pemasyarakatan Kelas II Garut, Jawa Barat
Keywords: Pembebasan Bersyarat, Warga Binaan, Pemasyarakatan

Abstract

Artikel ini membahas pembebasan bersyarat hak setiap warga binaan pemasyarakatan. Kemerdekaan bergerak, membimbing narapidana agar bertobat, mendidik agar menjadi anggota masyarakat yang baik, tentu saja ada beberapa hal dalam pelaksanaannya yang perlu memperhatikan pandangan-pandangan. Banyak orang yang bertanya mengapa seorang narapidana yang dijatuhi hukuman 5 tahun penjara ternyata sudah dapat menghirup udara bebas sebelum masa hukumannya selesai. Sebaliknya, bila berada pada posisi sebagai seorang narapidana atau keluarga narapidana, banyak yang bertanya-tanya tentang cara mendapatkan pembebasan bersyarat serta remisi. Belakangan sering terjadi adalah masyarakat yang ‘iseng’ menghitung-hitung lamanya seorang yang baru saja diberitakan dijatuhi vonis akan dipenjara. Untuk menjelaskannya  merujuk pada penjelasan yang termuat dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi

Downloads

Download data is not yet available.

References

[1] R. Indonesia, “Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Sistem Pemasyarakatan,” Lembaran Negara RI. Tahun, 1995.

[2] N. Sulisrudatin, “Pengujian undang–undang no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan terhadap uud-45 di mahkamah konstitusi dalam konteks penegakan hukum,” J. Ilm. Huk. Dirgant., vol. 4, no. 1, 2018.

[3] D. Handoko, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hawa dan AHWA, 2018.

[4] B. Waluyo, Pidana dan pemidanaan. Sinar grafika, 2000.

[5] E. Maes and C. Tange, “Langgestrafte veroordeelden in de SURB-wachtkamer voor voorwaardelijke invrijheidstelling.‘En attendant Godot,’” Exit gevangenis, pp. 97–131, 2014.

[6] E. Maes, “Naar een nieuwe wettelijke regeling van de voorwaardelijke invrijheidstelling in België?,” Panopticon, vol. 22, no. 6, pp. 541–570, 2001.

[7] E. Maes, “Een blik op drie jaar besluitvormingspraktijk van de (Nederlandstalige) commissies voor de voorwaardelijke invrijheidstelling (1999-2001),” Panopticon, vol. 24, no. 4, pp. 400–415, 2003.

[8] L. S. Widayati, “Rehabilitasi Narapidana dalam Overcrowded Lembaga Pemasyarakatan (Rehabilitation of Prisoners in Overcrowded Correctional Institution),” Negara Huk. Membangun Huk. untuk Keadilan dan Kesejaht., vol. 3, no. 2, pp. 201–226, 2016.

[9] H. Usman, “Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana,” J. Ilmu Huk. Jambi, vol. 2, no. 1, p. 43258, 2011.

[10] U.-U. Nomor, “Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan,” 12AD.

[11] R. Indonesia, “Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan.” Jakarta, 2003.

[12] A. L. Negara and C. I. Notaris di Indonesia, “A. Buku,” 2011.

[13] P. N. Utami and H. A. M. R. Indonesia, “Keadilan Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan,” J. Penelit. Huk. e-ISSN, vol. 2579, p. 8561, 2017.

[14] J. M. Walukow, “Perwujudan Prinsip Equality before the Law bagi Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia,” Lex Soc., vol. 1, no. 1, 2013.
Published
2020-04-30
How to Cite
Gunawan, Y. (2020). Pembebasan Bersyarat Hak Setiap Warga Binaan Pemasyarakatan. JURNAL PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN, 2(1), 47-54. Retrieved from http://www.ejournal-jp3.com/index.php/Pendidikan/article/view/94